Paradox of Candy

by - Januari 23, 2019


Beberapa hari yang lalu, aku ikut sebuah acara camp di Bogor (it's not camp actually what you think. no tent, no bonfire, no guitar, no truth and dare). Acara camp ini di hotel Bahtera Pelni. Wuih apa spesialnya camp di hotel? It's so special! bukan cuma senang-senang aja tapi juga belajar banyak. Salah satunya belajar ilmu Paradox of Candy. Apa sih paradox of candy?

Pembicara mengibaratkan. Jika ia mempunyai permen tanpa terbungkus di sakunya. Kemudian ia tawarkan, apakah kita ada yang mau mengambil dan memakannya? Tentu kita ngga mau kan? Siapa sih yang mau makan permen yang udah ngga berbungkus di masukin saku pula. Kan udah ngga bersih, ngga higienis. That's some reasons I've heard.

Pembicara kemudian mengeluarkan sebuah permen yang berbungkus rapi dari saku yang lain. Ia kemudian menawarkan kita untuk memilih permen yang berbungkus atau yang tanpa bungkus. Tentu kita bakalan milih yang berbungkus rapi kan ya? Kenapa? Bukannya yang kita butuhkan permennya. Toh saat kita makan, kita hanya makan permen dan bungkusnya dibuang. Bukannya kita dimudahkan ngga usah buang-buang tenaga buat ngeluarin permen dari bungkusnya?

Begitu juga saat kita belanja di online shop. Bisa jadi kita akan marah dengan si pengirim jika barang yang kita beli diantar tanpa ada kemasan. Namun kita akan merasa puas jika barang kita dikirim dengan packaging yang rapi plus free bubble warp. Walaupun nantinya kardus, plastik, atau bubble warp kemasan akan kita buang.

Why? Kita mau permen tapi ngga mau bungkusnya. Namun kita juga ngga mau nerima permen yang ngga berbungkus. Begitu juga paketan yang ngga ada bungkusnya kita ngga mau terima. Maunya paketan yang dibungkus rapat dan rapi. Kalau ngga dibungkus katanya ngga layak, ngga sopan, ngga rapi, atau isinya ngga terjamin kualitasnya (and other reasons maybe).

Jadi kalau mau permen atau paketan lebih suka yang ada bungkusnya kan?

Begitu juga Allah saat mengirimkan rizki atau kenikmatan ke kita. Tentunya Allah pengen kasih ke kita secara spesial. Terbungkus rapi agar lebih indah, lebih nikmat, dan lebih membuat kita penasaran dengan isinya. Terbungkus dengan apa? Tentunya terbungkus dengan sesuatu yang terkadang kita rasa tidak membutuhkannya atau sesuatu yang tidak kita sukai. Seperti cobaan, persoalan hidup,  dan kesulitan, tantangan (anggap aja kesulitan sebagai tantangan, karena sesuatu ngga ada yang sulit).

Man yuridillahu bihi khoiron yushib minhu
Siapa yang ingin diberikan kebaikan oleh Allah, akan diberi musibah terlebih dahulu
(H.R Bukhori Muslim)

Selalu percaya bahwa dibalik sesuatu yang tidak kita sukai ada sesuatu yang indah. Bukankah Allah sudah berjanji dalam firman-Nya bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyiroh: 5-6), Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kekuatan hambanya (Al-Baqarah: 286), dan Allah akan memberikan kabar gembira pada orang-orang yang bersabar (Al-Baqarah: 155). 

So, saat kita dihadapkan cobaan, musibah, persoalan kita harus bersabar dan ikhlas ya gaes. Jangan terlalu bersedih. Anggap aja kayak kita nerima paketan atau mau makan permen. Itu hanya bungkusnya, kita tunggu isi atau permennya :)

You May Also Like

0 comments