Growing and Sustaining Innovative Learning Environments
Growing and Sustaining Innovative Learning Environments (OECD, 2015)
Menumbuhkan dan Mendukung Lingkungan Belajar
yang Inovatif
Pada
era abad ke-21 ini, mengembangkan lingkungan belajar yang inovatif menjadi
faktor penting dalam dunia pendidikan. Hal tersebut karena pembelajaran
konvensional tidak mampu memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan
kompetensi-kompetensi abad ke-21. Pendidikan konvensional tidak relevan untuk
diterapkan pada pembelajaran abad ke-21 mengingat kompleksnya sistem pendidikan
saat ini. Kekhawatiran
bahwa pendekatan pendidikan tradisional tidak cukup membekali peserta didik
dengan kompetensi abad ke-21 tersebutlah yang melahirkan penelitian-penelitian
mengenai Lingkungan Belajar Inovatif (Innovative Learning Environment).
Lingkungan belajar inovatif (Innovative
Learning Environment) mengacu pada pengaturan lingkungan belajar dan mengajar
yang memperkenalkan wawasan ke depan tentang pembelajaran dan inovasi-inovasi
dalam pembelajaran. Proyek Innovative Learning Environment (ILE) mengumpulkan
125 contoh dari 29 sistem pendidikan di 23 negara dan dilakukan penelitian
studi kasus yang rinci tentang 40 kasus. Proyek ini lebih mengutamakan
penekanan sebagai lingkungan belajar
bukan unit institusional “sekolah” dan “kelas”. ILE menekankan fokus
pada membuat kebijakan dan reformasi berdasarkan tantangan-tantangan utama
terhadap pembelajaran abad ke-21 dengan menganalisis dan mengidentifikasi
unsur-unsur strategis kebijakan, perubahan budaya, klarifikasi fokus,
penciptaan, kapasitas,komunitas, komunikasi, kolaborasi, agen perubahan,
koherensi, dan konsolidasi.
Menurut OECD Lingkungan Belajar Inovatif yang relevan
dengan abad ke-21 adalah lingkungan belajar yang memenuhi prinsip-prinsip
berikut: (1) pembelajaran berbasis penelitian, (2) inovasi pada unsur-unsur dan
dinamika inti pedagogis, (3) organisasi formatif melalui kepemimpinan
pembelajaran yang kuat, evaluasi dan umpan balik, serta desain strategi yang
sesuai; (4) terbuka terhadap kemitraan, termasuk sekolah lain dan lingkungan
belajar serta tumbuh modal profesional untuk mempertahankan pembaharuan dan
dinamisme.
Prinsip-prinsip pembelajaran
berbasis penelitian yaitu nilai-nilai hasil penelitian yang membimbing
lingkungan belajar sedangkan tiga wilayah lainnya adalah lapisan dasar untuk
membuat hal ini terjadi meliputi: inti pedagogis, epemimpinan pembelajaran, dan
kemitraan. Elemen kunci dari setiap
lingkungan belajar adalah inti pedagogis yang mencakup empat elemen dan
dinamika yang berbeda yaitu: (1) Peserta didik: Peserta didik baik yang berada
di sekolah ataupun melalui pendekatan geografis. Profil peserta didik juga
dapat diinovasi, misalnya, mengundang orang tua atau anggota keluarga lainnya
untuk menjadi siswa atau ketika menghadirkan peserta didik dari kejauhan,
kadang-kadang dari seluruh dunia, dengan menggunakan teknologi komunikasi; (2) Pendidik: pendidik juga memungkinkan untuk menjadi
sumber inovasi dengan menghadirkan ahli yang berbeda, orang dewasa, keluarga
atau anggota masyarakat, dan siswa sendiri, bekerja dengan guru, atau sebagai
guru bergabung di sekolah-sekolah dan bahkan jarak besar untuk berbagi kelas
atau proyek; (3) Konten
(Isi): Banyak pendekatan dapat diambil untuk berinovasi konten, bahkan dalam
pedoman kurikulum yang ada, seperti menekankan kompetensi abad ke-21 termasuk
pembelajaran sosialmembuat koneksi melalui pendekatan antar-disiplin atau
memberikan penekanan ke daerah-daerah tertentu seperti belajar bahasa atau
keberlanjutan; (4) Sumber: Ada banyak cara untuk berinovasi sumber daya,
memperluas jangkauan lingkungan belajar melalui sumber daya digital serta
fasilitas mendesain ulang dan ruang belajar. Pikirkan kembali dengan
matang-matang sebelum melakukan inovasi pada masing-masing elemen inti. Elemen
inti saling berhubungan secara dinamis satu sama lain. Mereka terkait melalui
pedagogi dalam hal bagaimana guru dan peserta didik berinteraksi melalui konten
tertentu.
A.
Lingkungan Belajar Inovatif (Innovative
Learning Environments)
Lingkungan Belajar Inovatif (Innovative
Learning Environments) merupakan studi internasional yang dilakukan oleh
Pusat Penelitian Pendidikan dan Inovasi (CERI) dari OECD. Studi tersebut
difokuskan pada cara-cara inovatif dalam mengorganisasikan pembelajaran bagi
peserta didik yang secara positif berpengaruh terhadap reformasi pendidikan
saat ini dengan berwawasan ke depan tentang pembelajaran dan inovasi-inovasi
dalam pembelajaran. EOCD (2013:3) memaparkan lingkungan belajar secara holistik
sebagai “an ecosystem that includes the activity and the outcomes of the
learning (EOCD, 2013:3).” Berdasarkan pengertian tersebut dapat
ditarik benang merah bahwa lingkungan belajar merupakan sebuah ekosistem di
mana di dalam ekosistem tersebut mencakup aktivitas dan outcomes
pembelajaran. Secara lebih rinci, Lindsay & Edmunds
(2016) memapakarkan “... an ecosystem that includes
learners, educators, families, communities, content and resources like property
and technology”. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa lingkungan belajar merupakan sebuah ekosistem belajar mencakup peserta
didik, pendidik, keluarga, komunitas, aktivitas belajar, serta konten dan
sumber-sumber belajar seperti properti
dan teknologi.
Inovasi merupakan elemen
kunci dari reformasi pendidikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “inovasi”
berarti pengenalan hal-hal yang baru atau pembaharuan. Pendapat tersebut
sejalan dengan yang dikemukakan Tubin (2009:406) bahwa “innovation as an idea or practice that reflects an emergent trend and offers
an optimistic alternative for a current situation of dissatisfaction”. Dimana definisi tersebut mengandung pengertian bahwa inovasi
merupakan sebuah ide atau praktik yang mencerminkan tren yang muncul dan
menawarkan optimisme alternatif untuk ketidakpuasan terhadap saat ini, sedangkan “inovatif”
merupakan bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru atau bersifat pembaharuan.
Dengan begitu, lingkungan belajar inovatif dapat diartikan sebagai ekosistem belajar yang
dalam hal ini terdiri dari peserta didik, pendidik, keluarga, komunitas, aktivitas belajar, serta konten dan
sumber-sumber belajar yang bersifat terbarukan.
Innovative Learning
Environment (ILE) disebut juga Modern
Learning Environment (MLE) atau Flexible Learning Environment
(FLE). Secara lebih luas, Arnold (2016:3) mendefinisikan ILE meliputi
aspek fisik, sosial, dan pedagogik sebagai berikut.
“An ILE is the complete physical, social, and
pedagogical context in which learning can occur. An ILE is capable of evolving
and adapting as educational practices evolve and change. One part of creating
an ILE is to modernise the spaces that teachers and students spend their time
in. We want all schools to have vibrant, well connected, innovative learning
environments (ILE) that encourage and support many different types of learning”
(Arnold, 2016:3).
ILE
meliputi aspek-aspek yang lengkap yaitu aspek fisik, sosial, dan pedagogis
dimana proses pembelajaran dapat terjadi. ILE mampu berkembang dan beradaptasi
sebagaimana praktik pendidikan berubah dan berkembang. Salah satu proses
menciptakan lingkungan belajar yang inovatif adalah dengan memodernisasi ruang
guru dan siswa dimana mereka menghabiskan waktu untuk proses pembelajaran. Sekolah
diharapkan mampu mengembangkan lingkungan belajar yang mampu membangkitkan
semangat belajar, memiliki koneksi yang
baik, dan mendukung berbagai tipe belajar. Pendapat tersebut sejalan dengan
yang diungkapkan oleh Cavoukian (Martinez,2012:9) bahwa peserta didik harus
merasa aman dan nyaman untuk belajar sehingga lingkungan belajar sebaiknya
terpelihara dengan baik,mampu menginspirasi, dan mendukung proses pembelajaran.
Perubahan
yang sangat cepat dalam lingkungan ekonomi dan masyarakat menciptakan tuntutan
sekaligus tantangan baru bagi generasi sekarang dan masa mendatang. Oleh karena
itu, sistem pendidikan perlu membuka diri terhadap perubahan dan bertindak
sebagai platform pendorong inovasi. Andreas Schleicher, Wakil Direktur
Direktorat Pendidikan di OECD dalam konferensi di Santiago, mengungkapkan bahwa
kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki peserta didik pada abad ke-21
mendorong untuk diciptakannya lingkungan belajar inovatif yang sesuai dan mampu
membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi tersebut (Santiago
Conferensi Report EOCD, 2013: 5).
B.
Element-element
Kunci dalam Lingkungan Belajar Inovatif
Elemen-elemen kunci atau
jantung dari lingkungan belajar disebut juga inti pedagogis. Seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, lingkungan belajar mencakup aktivitas dan outcomes
pembelajaran dimana dalam hal ini melibatkan beberapa elemen-elemen penting yaitu
peserta didik, pendidik, keluarga, komunitas,
aktivitas belajar, serta konten dan sumber-sumber belajar. EOCD (2013: 11)
memaparkan unsur-unsur inti dalam lingkungan belajar menjadi 4 elemen utama
yaitu peserta
didik, pendidik, konten dan sumber daya. Menciptakan lingkungan belajar
inovatif berarti mengkondisikan komponen-komponen lingkungan belajar dalam
kondisi terbarukan agar relevan dengan perkembangan zaman.
1.
Peserta
didik
Peserta
didik atau istilah bahasa inggrisnya learner atau student. Menurut
English Oxford Dictionaries istilah learner merujuk pada
seseorang yang mempelajari mata pelajaran atau keahlian-keahlian (skills) tertentu. Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mendefinisikan peserta didik sebagai “anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.” Berdasarkan
pengertian-pengertian tersebut, dapat disintesis bahwa peserta didik merupakan
seseorang yang mempelajari mata pelajaran atau skills tertentu dalam
rangka mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pembelajaran pada abad ke-21 ini
berprinsip bahwa tidak ada potensi setiap individu yang tersembunyi seperti
harta karun yang terpendam. Hal tersebut memicu sekolah untuk memberikan
pembelajaran-pembelajaran terbaik dalam rangka mengembangkan potensi
masing-masing individu dan mempersiapkan mereka belajar sepanjang hayat (Zuljan
& Vogrinc, 2010:10). Kompetensi-kompetensi peserta didik harus senantiasa
berkembang dan terbarukan sesuai dengan perkembangan zaman. Inovasi terhadap
peserta didik (input pembelajaran) dapat dilakukan dengan proses seleksi atau
memperluas jangkauan serta dengan mengubah profil peserta didik. Inovasi
peserta didik meliputi peserta didik yang jauh atau orang tua sebagai peserta
didik (Istance, 2014:16).
2.
Pendidik
Pendidik
merupakan elemen penting dalam
penentuan keberhasilan suatu pembelajaran. Pendidik tidak hanya guru, guru
dapat berupa orang dewasa atau teman sebaya yang mengajar peserta didik. “Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan” (Undang-undang No.20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidik harus senantiasa mengupgrade
kompetensi-kompetensinya agar sesuai dengan perkembangan zaman. Peserta didik
pada abad ke 21 membutuhkan guru-guru abad ke-21. Menurut Istance (2014:16),
inovasi terhadap profil guru dapat dilakukan dengan menambah relawan,
pembelajaran yang profesional, ahli, guru yang jauh, atau tutor sebaya.
3.
Konten (isi)
Inovasi dalam hal konten
pembelajaran yaitu inovasi terhadap pengetahuan, kompetensi-kompetensi, dan nilai-nilai. Inovasi-inovasi tersebut mencakup
kompetensi-kompetensi abad ke-21, bahasa dan budaya, ketahanan, dan
keinterdisiplineran (Istance, 2014:16). The Assessment and
Teaching o 21st Century Skills (AT21CS) mengorganisasikan
keterampilan-keterampilan, pengetahuan, dan sikap menjadi 4 kategori yaitu cara
berikir (ways of working), peralatan-peralatan untuk bekerja (tools
for working), cara kerja (ways of working), dan keterampilan hidup
di dunia (skills for living the world) (AT21CS, 2012).
4.
Sumber-sumber belajar
Sumber-sumber pembelajaran
harus senantiasa terbarukan agar tidak out of the date dan relevan
dengan perkembangan zaman. Menurut Istance (2014:16) inovasi sumber-sumber belajar dapat dilakukan melalui
pemilihan sumber daya yang digunakan dan bagaimana penggunaannya. Dalam hal ini
inovasi mencakup penggunaan sumber daya digital dan ruang belajar. Martinez
(2012:9) mengemukakan bahwa kualitas fasilitas pendidikan mempengaruhi hasil
belajar dan individu yang mendiami gedung terutama dalam hal intensitas sinar
matahari, kenyamanan termal, akustik, dan kualitas udara di dalam ruangan.
C.
Prinsip-prinsip Lingkungan belajar Inovatif
Lingkungan
Belajar Inovatif (ILE) yang efektif dalam mendukung proses pembelajaran
memenuhi prinsip-prinsip berikut (EOCD, 2013: 16-17): (1) peserta didik sebagai fokus pembelajaran, mendorong
keterlibatan aktif peserta didik, dan
mengembangkan pemahaman tentang aktivitas diri mereka sebagai peserta
didik (pengaturan sendiri); (2) pembelajaran bersifat sosial dan kolaboratif, (3) memperhatikan
motivasi dan emosi peserta didik, (4) peka terhadap perbedaan individu, (5)
tidak memberikan beban belajar yang berlebihan, (6) menggunakan penilaian yang
konsisten dengan tujuan pembelajaran dan memberikan penekanan kuat pada umpan
balik formatif, (7) mendukung keterkaitan secara horizontal di seluruh
aktivitas dan pengetahuan pembelajaran baik dengan lingkungan masyarakat dan
dunia yang lebih luas.
Penelitian Lingkungan Inovatif berfokus pada
praktik sosial pembelajaran, kemudian langkah selanjutnya yaitu penggunaan
ruang belajar dan teknologi. Kini beberapa penelitian mulai mengeksplorasi
peran lingkungan fisik dalam menghadapi tantangan pendidikan (Osborn, 2016:3). Barret
et al (2015) berdasarkan hasil risetnya menemukan bahwa karakteristik
lingkungan fisik pada sekolah dasar berdampak pada kemajuan prestasi belajar
siswa hingga 16% selama setahun. Namun Blackmore et al (2011), memaparkan bahwa
bangunan saja tidak cukup, akan tetapi juga berhubungan dengan perubahan budaya
dan praktek. Pendekatan yang paling efektif untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik adalah dengan memastikan bahwa ruang dan praktek mencakup
ekosistem pendidikan yang lebih luas, bukan secara terpisah. Dalam praktek
pembelajaran, ruang pembelajaran perlu diubah untuk mendapatkan hasil yang
lebih inklusif, fleksibel, dan responsif bagi peserta didik.
D.
Lingkungan
Belajar Inovatif pada Abad ke-21
Inovasi dalam pendidikan
pada abad ke-21 ini tidak hanya terbatas pada masalah memasukkan banyak
teknologi ke dalam ruang kelas. Akan tetapi, inovasi juga mencakup perubahan
perubahan pendekatan pembelajaran (Schleicher, 2015:61). Pembuat kebijakan dan praktisi kini setuju bahwa pembelajaran
dan organisasi sekolah perlu di desain ulang untuk memenuhi kebutuhan peserta
didik dan masyarakat abad ke-21 (Hammond.et al, 2008). Inovasi terhadap
lingkungan belajar terus saja digalakkan agar mampu memberikan peluang kepada
peserta didik untuk menguasai kompetensi-kompetensi abad ke-21 yang
diintegrasikan melalui aktivitas belajar sehari-hari. Microsoft Partners in
Learning (2012) mendefinisikan aktivitas belajar sebagai berikut. “A
learning activity is any task that students do as part of their school-related
work. It can be an exercise that students complete in one class period, or an
extended project that takes place both in and outside of school (Microsoft Partners in Learning, 2012).” Aktivitas belajar merupakan tugas yang
harus dilakukan siswa sebagai bagian dari pekerjaan mereka yang berhubungan
dengan sekolah, baik berbentuk latihan yang harus diselesaikan siswa dalam
periode waktu tertentu atau proyek tambahan yang dapat dikerjakan di dalam
maupun di luar sekolah. Saavedra & Opver (2015) mengemukakan beberapa
kompetensi yang harus dimiliki siswa pada abad 21 yaitu kemampuan berpikir
kritis dan pemecahan masalah, berkolaborasi dan kepemimpinan (leadership),
ketangkasan dan kemampuan beradaptasi, inisiatif dan kewiraswastaan, komulikasi
secara efektif baik secara lisan maupun
tulisan, mengakses dan menganalisis informasi, serta rasa ingin tahu dan
imajinasi. Untuk membekali siswa dengan kompetensi-kompetensi pada abad ke-21,
diperlukan lingkungan belajar abad
ke-21. Lingkungan belajar pada abad
ke-21 sesuai dengan prinsip-prinsip berikut: (1) berbasis penelitian, (2)
inovasi pada inti pedagogis, (3) mendorong kepemimpinan belajar yang kuat,
serta (4) memperluas kapasitas kemitraan (EOCD, 2013).
Penelitian merupakan titik
awal dari asumsi bahwa pengajaran harus mampu dibuktikan dan guru seharusnya
menjadi profesi berbasis penelitian. Guru diharapkan menyadati penelitian yang
relevan terhadap pembelajaran serta mampu melakukan penelitian untuk menangani
isu-isu profesionalitas dan masalah-masalah yang muncul dalam pembelajaran. Fungsi
penelitian pendidikan di Amerika terhadap kesuksesan belajar siswa dipaparkan oleh Horn
& Fisher (2016:1) sebagai berikut:
(1) Systemic upgrading. The
vast majority of U.S. schools operate in a century-old, factory-based education
model that standardizes the way students are taught. Meaningful research is
vital in enabling schools to transition to newer, more effective learning
models that customize to students’ distinct needs; (2) Technological
advantages. With the rise of technology, education is undergoing a sea change.
Proper research will help guide the implementation of new tools and resources
that will help educators optimize the learning experience for each student;(3)
Empowered educators. Educators face complex circumstances, like what to do when
a child is struggling or how best to engage and motivate students. Research is
critical in arming educators with useful information about how best to serve
each student; (4) Increased proficiency rates for all students. Today’s standardized
factory model of education yields highly variable student outcomes. The past
decades have been fraught with only gradual progress toward closing persistent
achievement gaps. Better research can help the system improve more quickly and
predictably against these goals (Horn
& Fisher, 2016:1).
Merujuk dari pendapat
tersebut di atas, penelitian pendidikan memegang peran penting dalam kesuksesan
belajar siswa diantaranya: (1) penelitian pendidikan mengupgrade sistem
pendidikan agar sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman; (2) Dengan
adanya perkembangan teknologi, penelitian yang tepat dapat membantu pengimplementasian
peralatan-peralatan dan sumber-sumber yang akan membantu pendidik dalam
mengoptimalisasikan pengalaman belajar siswa; (3) penelitian memegang peranan
penting dalam mempersentjatai pendidik dengan informasi yang berguna tentang
bagaimana cara terbaik dalam melayani setiap siswa; serta (4) penelitian
pendidikan meningkatkan kemahiran siswa dan menghasilkan outcomes yang
bervariasi. Penelitian yang baik dapat membantu sistem untuk meningkat dengan
cepat dalam mencapai tujuan.
E.
Upaya Menciptakan Lingkungan Belajar Inovatif
Lingkungan belajar inovatif
merupakan lingkungan belajar yang selalui diperbarui agar sesuai dengan kebutuhan dan relevan dengan
perkembangan zaman. Diperlukan analisis yang mendalam mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi elemen yang akan diinovasi sebelum menciptakan suatu inovasi
tersebut. OECD (2013:
13) mengugkapkan empat sumber utama yang mendorong inovasi yaitu: (1) pemanfaatan
ilmu pengetahuan, sains, serta penelitian dan pengembangan; (2) kemajuan
teknologi; (3) reorganisasi modular; (4) jaringan berbagi pengetahuan. Hal-hal
tersebut menawarkan seperangkat parameter yang membantu untuk berinovasi dalam
lingkungan belajar. Menciptakan dan berbagi pengetahuan yang relevan sangat
penting seperti metodologi evaluasi baru yang sesuai untuk inovasi
pembelajaran. Teknologi memiliki potensi yang sangat besar terutama saat
membentuk kembali berbagai komponen, hubungan, kemitraan, dan prinsip yang
integral dengan lingkungan belajar. Melaksanakan pembelajaran profesional dan
rutinitas organisasi dapat membantu mematahkan kebiasaan lama, meningkatkan
visibilitas, dan mempertahankan pembelajaran sebagai kegiatan utama. Jaringan
sangat penting untuk menciptakan inovasi di seluruh sistem pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, G. (2016). Innovative Learning Environments and Teachers Pedagogies that Support These. Sabbatical Report, Springdale School.
Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI).
Barret et al. (2015). Clever Classrooms:
Summary Report of The Head Project (Holistic Evidence and Design). Diunduh
dari https://www.salford.ac.uk/cleverclassrooms/
pada tanggal 31 Mei 2017.
Blackmore, et al. (2011). Research into The
Connection Between Built Learning Spaces and Student Outcomes. Melbourne:
Victoria
Hammond,
et al. (2008). Powerful Learning: What We Know abut Teaching for
Understanding.United States:Jossey Bass.
Horn,
M.B & Fisher, J.F. (2016). Blueprint
for Breakthroughs: Federally Funded Education Research in 2016 and Beyond.
Clayton Christensen Institute for Disruptive Innovation.
Istance, D. (2014). Schooling Scenarios & Innovative
Learning Environments. Centre for Educational Research and Innovation
(CERI), OECD.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Lindsay, L & Edmunds, B. (2016). Innovative
Learning Environments diunduh
dari https://23teaching.com/2016/08/01/16-innovative-learning-environments/
pada tanggal 31 Mei 2017.
Martinez, K. (2012). Innovative Learning
Environments: Design Awards Meets Research Evidence. AIA Education Research
Scholar.
Microsoft Partners in Learning. (2012). 21st Century Learning Design Rubrics. ITLresearch, Innovative Teaching and Learning.
0 comments